Aceh Selatan, Habanusa – Tgk. Syahwizal Elsy, yang akrab disapa Ayah Seubadeh, menyuarakan keprihatinan atas maraknya kenakalan remaja yang semakin kompleks di tengah masyarakat. Ia menilai fenomena ini bukan semata kesalahan individu, melainkan alarm sosial atas lemahnya peran keluarga, lingkungan, dan institusi pendidikan dalam membina generasi muda.
Pimpinan Dayah Mudi Inshafiah, Gampong Seubadeh, Kecamatan Bakongan Timur itu mengatakan, kenakalan seperti pergaulan bebas, balap liar, penyalahgunaan narkoba, hingga krisis identitas, terjadi karena minimnya pembinaan ruhani, serta kurangnya ruang aman dan positif bagi remaja. “Anak-anak kita sedang mencari arah, tapi sering tersesat karena tidak ada pelita. Saat rumah kehilangan fungsinya sebagai tempat cinta, masjid tidak lagi jadi tempat tumbuh, dan sekolah tak mampu jadi pendamping jiwa, maka remaja akan mencari jati dirinya di tempat yang salah,” ujarnya.
Sebagai solusi, Ayah Seubadeh menekankan pentingnya pendekatan menyeluruh berbasis agama, sosial, dan budaya. Ia menyambut baik Program Gampong Magrib Mengaji yang digagas dalam 100 Hari Kerja Bupati dan Wakil Bupati Aceh Selatan, dan mendorong agar program ini benar-benar dimaksimalkan sebagai benteng pembinaan karakter anak-anak sejak dini.
“Gampong Magrib Mengaji bukan hanya soal mengaji Al-Qur’an setelah Magrib. Ini momentum menghidupkan kembali suasana islami di gampong, menjadikan masjid pusat kegiatan remaja, tempat mereka merasa diterima, didengar, dan dibimbing,” jelasnya.
Menurutnya, jika dikelola secara konsisten dan melibatkan unsur dayah, guru mengaji, tokoh masyarakat, serta orang tua, maka program ini bisa menjadi sarana preventif yang sangat kuat untuk menangkal kenakalan remaja.
“Kita butuh pendekatan spiritual yang membumi. Gampong Magrib Mengaji bisa diarahkan ke sana. Misalnya, dengan memasukkan sesi diskusi ringan untuk remaja, bimbingan akhlak, bahkan pendampingan anak yang rentan terlibat penyimpangan. Jangan hanya bacaan tartil, tapi juga pembinaan mental,” katanya.
Ayah Seubadeh juga berharap adanya sinergi lintas sektor agar program ini tidak berhenti di tataran administratif semata. “Kalau mau sungguh-sungguh menangani kenakalan remaja, maka Magrib Mengaji harus jadi jantungnya. Di situ kita tanam nilai, bina karakter, dan buka ruang aman untuk tumbuh bersama. Jangan tunggu anak kita ditangkap polisi baru kita sadar pentingnya membina mereka sejak kecil.”
Ia juga menitipkan pesan kepada para orang tua agar menjadikan waktu Magrib sebagai momen penguatan ikatan keluarga dan pendidikan iman.
“Anak yang keliru jalan bukan untuk dijauhi, tapi dirangkul. Pelukan di waktu Magrib, sejuknya doa orang tua, dan sentuhan agama yang lembut bisa jadi penawar luka batin mereka.”
Di akhir pesannya, Ayah Seubadeh menegaskan bahwa menyelamatkan remaja hari ini adalah menyelamatkan arah masa depan.
“Kalau hari ini kita gagal membina, besok kita sibuk menyesal. Maka mari hidupkan masjid, makmurkan waktu Magrib, dan jadikan setiap gampong tempat tumbuh yang sehat bagi anak-anak kita.”