Habanusa, Aceh Selatan – Menyikapi sejumlah pemberitaan dan desakan yang berkembang di ruang publik terkait kinerja Baitul Mal Kabupaten Aceh Selatan, Kepala Sekretariat BMK Aceh Selatan, Gusmawi Mustafa, akhirnya angkat bicara. Ia menegaskan bahwa kritik dari masyarakat merupakan bagian dari dinamika demokrasi yang patut dihormati sebagai upaya perbaikan lembaga.
“Saya memandangnya sebagai bentuk penyaluran aspirasi yang positif. Sikap kritis diperlukan agar tata kelola pelaksanaan program dapat lebih maksimal,” ujar Gusmawi, Selasa (28/10/2025).
Gusmawi menjelaskan bahwa sejumlah program bantuan sosial tidak terencana, seperti bantuan pendampingan pasien rujukan, bantuan korban kebakaran, bantuan bagi orang terlantar, serta pembinaan mualaf, belum dapat dieksekusi karena belum adanya Peraturan Bupati (Perbup) yang menjadi dasar hukum pelaksanaannya.
Ia menerangkan bahwa sejak 25 dan 26 Agustus 2025, Sekretariat telah berkirim surat resmi kepada Ketua Badan Baitul Mal untuk meminta penyusunan regulasi dan juknis pelaksanaan program. Namun surat-surat tersebut tidak mendapat tindak lanjut hingga lebih dari dua bulan.
“Seandainya sejak Agustus surat kami langsung ditindaklanjuti, Perbup sudah selesai dari awal dan tidak terjadi polemik panjang seperti saat ini,” tegasnya.
Pada September 2025, Inspektorat melakukan pemeriksaan khusus oleh Irbansus dan menemukan bahwa Perbup sebelumnya Perbup Nomor 8/2021, 33/2021, dan 6/2023 tidak mengakomodir penyaluran bantuan sosial tidak terencana sebelumnya melalui Baitul Mal Kabupaten Aceh Selatan. Karena itu, Inspektorat tidak merekomendasikan penyaluran program sampai Perbup baru diterbitkan.
“Sebagai Pengguna Anggaran, tentu saya tidak berani mengeksekusi program di luar dasar hukum. Ini menyangkut risiko administratif dan pidana. Auditor justru menjadi tempat kami berdiskusi agar selamat secara hukum,” jelasnya.
Dalam Rapat Koordinasi yang dipimpin Sekretaris Daerah pada Senin (27/10/2025), para pihak sepakat perlunya segera terbit Peraturan Bupati tentang Pedoman Pemberian Bantuan Sosial Tidak Terencana Sebelumnya yang bersumber dari Dana Zakat dan Infaq di Baitul Mal Kabupaten Aceh Selatan dan minimal (untuk sementara) adanya dokumen rekomendasi bersama sebagai dasar pelaksanaan program. Namun keesokan harinya, sebagian peserta rapat menolak menandatangani dokumen rekomendasi karena menilai belum cukup kuat secara hukum.
“Kondisi ini menunjukkan bahwa masalahnya bukan di Sekretariat, tetapi ketiadaan landasan hukum. Kami justru yang paling awal meminta regulasi tersebut sejak Agustus,” tambahnya.
Untuk menghindari stagnasi yang berkepanjangan, Kepala Sekretariat Baitul Mal Kabupaten Aceh Selatan telah menyurati Ketua DPRK Aceh Selatan untuk dilakukan audiensi khusus dan pemanggilan terkait percepatan penerbitan Perbup.
Gusmawi juga menegaskan bahwa tuntutan pencopotan dirinya bukan kewenangan publik atau unsur manapun.
“Itu adalah kewenangan mutlak Bupati sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). Saya tidak menanggapi lebih jauh karena fokus saya tetap bekerja dan mengikuti aturan,” ujarnya.
Ia menutup keterangannya dengan sebuah prinsip:
“Yang biasa belum tentu benar. Yang benar yang harus dibiasakan.”
Gusmawi berharap agar Pemerintah Aceh dan Baitul Mal Aceh segera menyiapkan instrumen regulasi seragam bagi seluruh Baitul Mal Kabupaten Kota di Aceh, termasuk menyediakan kode rekening khusus zakat dan infak dalam SIPD RI agar tidak lagi menggunakan kode rekening bantuan sosial yang rawan misinterpretasi.







