Habanusa, Aceh Selatan – Aceh Selatan tengah dihebohkan dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) yang menyebut adanya defisit riil anggaran sebesar Rp.267.364.205.368,01 pada akhir tahun anggaran 2024. Laporan tersebut juga mengungkap utang belanja sebesar Rp.184.214.570.873,99 dan penggunaan dana earmark Rp.132.362.340.202,33, yang semestinya tidak boleh dipakai untuk belanja bebas.
Kondisi ini memicu keterkejutan publik dan dinilai sebagai krisis tata kelola fiskal yang sangat serius.
Pakar hukum dan aktivis kebijakan publik, Zairi Karnaini, SH, menyebut bahwa persoalan ini bukanlah sekadar kekeliruan administratif, tetapi mencerminkan kegagalan kepemimpinan dan sistem kontrol anggaran secara sistemik.
“Penanggung jawab mutlak dari kondisi ini adalah Mantan Penjabat Bupati Aceh Selatan, Cut Syazalisma, S.STP, M.Si. Ia memiliki kewenangan penuh pada masa pengambilan keputusan strategis keuangan selama tahun 2023–2024. Tapi hingga kini, ia seolah tak tersentuh,” kata Zairi kepada wartawan di Tapaktuan, Sabtu (12/7/2025).
Ia juga menyebut sejumlah aktor teknokratis dan legislatif ikut andil dalam kerusakan fiskal ini, baik di dalam TAPD, Inspektorat, maupun lembaga DPRK.
“Kita tidak bisa menutup mata. Ada pihak-pihak yang tahu ini akan terjadi, tapi tidak mencegah. Mereka ikut menyusun, menyetujui, dan mengeksekusi. Ini bukan kelalaian, tapi pembiaran,” tegasnya.