Jakarta, Habanusa – Langkah penting dalam pemberantasan mafia tanah di Indonesia semakin menunjukkan hasil positif. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengungkapkan bahwa untuk pertama kalinya, oknum mafia tanah yang merugikan masyarakat dan negara telah dikenakan pasal pemiskinan.
Kasus itu berhubungan dengan tindak pidana pertanahan di Dago Elos, Kota Bandung, yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp3,65 triliun.
“Yang bersangkutan sudah dinyatakan sebagai pelaku yang merugikan dan tindak pidana murninya telah terbukti. Ia sudah divonis 3,5 tahun penjara dan mulai Selasa kemarin, kami menindaklanjuti dengan perkara tindak pidana pencucian uang,” ungkap Menteri Nusron Wahid dalam siaran pers yang diterima InfoPublik, Jumat (15/11/2024).
Menurut Menteri ATR/BPN, langkah selanjutnya terhadap tindak pidana pencucian uang (TPPU) itu merupakan terobosan besar dalam memberi efek jera kepada mafia tanah. “Ini adalah yang pertama kalinya, sebuah langkah maju di mana mafia tanah sudah dapat dijerat dengan TPPU. Aset kekayaan yang bersangkutan akan ditelusuri dan disita oleh negara, jika terbukti merugikan masyarakat, akan dikembalikan untuk mengganti kerugian mereka,” jelas Menteri Nusron.
Pernyataan ini selaras dengan prinsip hukum, yaitu in criminalibus probationes bedent esse luce clariores, yang berarti bukti dalam perkara pidana harus lebih terang dari cahaya. “Bukti-bukti sudah jelas. Jika bukti tidak lengkap, kami tidak akan berani mengekspos karena ini adalah masalah kriminal,” tambahnya.
Menteri Nusron juga mengucapkan terima kasih kepada pihak Kepolisian, khususnya Polda Jawa Barat, atas langkah tegasnya dalam mengungkap kejahatan pertanahan ini. “Ini adalah langkah yang sangat baik. Kami berharap hal ini bisa menjadi efek jera bagi pelaku tindak pidana kejahatan pertanahan yang selama ini sangat meresahkan masyarakat,” tuturnya.
Untuk diketahui, kasus tindak pidana pertanahan di Dago Elos ini pertama kali diungkap pada 18 Oktober 2024 oleh Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang saat itu menjabat sebagai Menteri ATR/Kepala BPN. Kasus tersebut melibatkan modus operandi pemalsuan surat dan/atau penyisipan keterangan palsu dalam Akta Otentik.
Objek tanah yang menjadi sengketa itu terletak di wilayah metropolitan yang sangat strategis, sehingga kerugian yang berhasil diselamatkan dari tindak pidana pertanahan itu mencapai angka Rp3.603.335.000.000.
Dengan keberhasilan itu, diharapkan upaya pemberantasan mafia tanah akan semakin intensif dan memberi rasa aman bagi masyarakat serta mengembalikan hak-hak tanah yang telah dirampas secara tidak sah.