Aceh Selatan, Habanusa – Pengurus Wilayah Aceh Selatan Yayasan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) Rumoh Putroe Aceh, Karmisa, A.Md, Keb, menyoroti kerentanan perempuan dalam berhadapan dengan hukum, Kamis 16/1/2025.
Menurutnya, ada berbagai faktor yang menyebabkan perempuan terjerat persoalan hukum, sehingga memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak.
Karmisa menjelaskan bahwa faktor ekonomi menjadi salah satu pemicu utama. Banyak perempuan yang terpaksa melanggar hukum karena tekanan ekonomi, seperti terlibat dalam kasus pencurian, penipuan, atau aktivitas ilegal lainnya demi memenuhi kebutuhan hidup.
Selain itu, faktor pendidikan yang rendah juga berkontribusi pada minimnya pemahaman perempuan terhadap hukum, membuat mereka rentan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
“Perempuan sering kali terjebak dalam situasi yang sulit karena keterbatasan pendidikan dan pengetahuan hukum. Mereka bisa menjadi korban eksploitasi atau bahkan pelaku karena tekanan ekonomi atau lingkungan sosial,” ungkap Karmisa,
Faktor lainnya adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan lingkungan sosial yang tidak mendukung. Banyak perempuan yang menjadi korban KDRT atau kekerasan seksual, namun dalam proses mencari keadilan, justru berujung pada konflik hukum karena lemahnya dukungan atau ketidaktahuan cara melindungi diri secara hukum.
Karmisa menekankan pentingnya pencegahan dengan memberikan edukasi hukum kepada perempuan, khususnya di wilayah pedesaan.
“Edukasi menjadi kunci utama agar perempuan memahami hak-hak mereka, serta tahu langkah apa yang harus diambil jika berhadapan dengan masalah hukum,” tambahnya.
Ia juga menyerukan kolaborasi antara pemerintah, organisasi masyarakat, dan berbagai lembaga untuk menciptakan program pemberdayaan yang efektif.
Langkah ini, menurutnya, sangat penting untuk memberikan perlindungan dan mencegah perempuan terjerat persoalan hukum.
“Pendampingan psikologis, ekonomi, dan hukum sangat dibutuhkan. Selain itu, akses terhadap informasi yang mudah dan transparan harus menjadi prioritas,” tutup Karmisa.
Dengan langkah preventif dan kolaborasi yang kuat, diharapkan perempuan dapat lebih terlindungi dan terhindar dari risiko berhadapan dengan hukum, sekaligus berdaya dalam menghadapi tantangan hidup.